Friday, February 1, 2013

BintangKu - The ending

:) u could "hoping" the sequel i'll try. but its not a promise though. i know im a bastard and forgive me. :)
dan oh iya kalau kalian engeh. i dont giving a single hint what gender Langit is. i leave it to your imagination.


Ibu Bintang tidak henti-hentinya menangis. Berjalan kesana-kemari didepan ruang unit gawat darurat. Sedang aku hanya bisa terdiam. Tidak lagi, kenapa ini harus terjadi untuk kedua kalinya. Aku paham betul situasi ini bertahun-tahun lalu.
“Langit?” seorang suster lengkap dengan seragam ‘perang’nya keluar dari ruang UGD.
“Anak saya bagaimana?” histeris Ibu Bintang meronta pada suster itu.
Aku sontak terbangun lalu menghampirinya. “Saya?”
“Tapi saya Ibunya, saya mau lihat anak saya Sus.” Miris, kenapa Bintang, kenapa aku.
“Anda Langit? Pasien menyebut nama kamu berulang-ulang kali. Tolong masuk kedalam.”
Ini apa? Drama? Film layar lebar? Kenapa rasanya plot ini sering aku lihat. Tuhan tolong jangan.

“Tolong, cepat. Ibu maaf tapi Ibu harus tunggu disini, kemi berusaha sekuat mungkin” seru suster itu saat tidak melihat pergerakan dariku.
Tuhan, don’t let me lost faith in you. I beg you.
Kabel dimana-mana, diseluruh dada. Bunyi-bunyi mengganggu, persis sama seperti saat itu. Langit tergulai disana. Disamping benda yang menunjukkan pergerakan detak jantungnya, ekokardiogram.
Desahan Bintang memenuhi isi kepalaku. Tuhan tahu betul batasku, dan seakan ia semakin mendorongku ke ujung batas itu, entah maksudNya apa.
            “…Langit”
            Aku ingin meronta menangis. Dimana buku takdirnya Tuhan? Dimana?! Biar aku rubah takdirnya. Mungkin Langit benar. Aku memang egois. Aku takut sendiri.
            “…Langit” rintihan Bintang membuat aku hanya terfokus padanya. Seolah sekarang kami berada di dimensi lain. Dimana hanya ada aku, dannya.
            Aku mendekatinya menggenggam tangannya. Aku membungkuk tepat disamping kupingnya, dan berbisik. “Ya? Bintang?”
            Ada pergerakan disudut bibirnya. Bintang melengkungkan sedikit bibirnya. “Hey..”
            Lagi, aku dan gravitasi mungkin memang musuh besar, ia dan aku tidak pernah sejalan. Jatuh air asin dari mataku. Mengalir seolah membuat aliran sungai di wajahku. Mengalir mengikuti bentuk wajahku. “Hey…”
            “Jangan Langit, tidak di akhir.” Senyum itu melekat dibibirnya. Senyum yang paling aku benci. Senyum pasrah seorang Bintang.
            “Bintang, kau benar. Aku egois.” Akhirnya aku turunkan harga diriku. Untuk mengakui hal ini. Hal yang aku selalu tolak sebagai ide, ide picikku.
            Bintang hanya tetap tersenyum. “Tidak Langit. Kau berhak. aku milikmu, kan?”
            Bullshit, jika aku bias berhenti menangis dalam keadaan ini. Tuhan… Tolong.
           “Sudah Langit, Tuhanmu sudah memberiku satu kesempatan.” Ia menatap mataku dalam. “Ya. Aku percaya, pada Tuhanmu.”
            Tiba-tiba monitor EKG sialan itu berbunyi. Ya bunyi yang paling aku benci seumur hidupku.
            “TanpaNya, kau tidak ada.”
            Aku menangis disana di ruangan itu, lagi. Disituasi itu lagi. Semuanya seakan kembali keawal. Keawal Tuhan memberikan kesempatan untuk Bintang. Ini semua bagai permainan. Bintang kehabisan waktunya. Dan permainan berakhir.
            “Kau tidak sendiri Langit” Bintang menghela napas panjang. “Kau punya Tuhanmu.”
            Atau, memang sedari awal. Bintang memang tidak memiliki kesempatan ini.
            Garis panjang dan bunyi paling menakutkan itu. Memenuhi ruangan UGD. Aku menyeka air mataku. Berbalik menuju pintu keluar. Disana Ibunya berdiri, menanti. Entah apa. Saat ia melihatku. Pecah sudah tangisnya.
            Ia menghampiriku dan memelukku. “Langit, terima kasih. Terima kasih atas kesempatan ini. Setidaknya, kau memperpanjang hidupnya.”
            Saat dua orang menangis bersama, kau tahu seberapa dalam luka yang mereka bagi.
            “Ini.” Ibu bintang memberiku sebuah amplop.


Ter-se-nyum.
Jangan lagi menangis, kau memiliki Tuhanmu yang hebat itu.
Yang memberikan aku kesempatan.
Tapi aku harusnya memang berhenti disana.
Tapi karena kau, mungkin salah satu malaikat dari Langitnya.
Maka aku diberi waktu.
Langit, boleh aku meminta sesuatu?
Jangan pergi ke surga, itu terlalu jauh untukku.
Bagaimana cara aku menyusulmu nanti?
Langitku. Akhirnya, usai sudah perjalananku.
Terimakasih. Untuk semua ini.

Salah satu bintang-milikmu dan Tuhanmu.

Kejam. Sampai akhir kau tetap memintaku mengkhianati Tuhanku. Miris aku tertawa.
Ini bukan akhir, ini awal. Jalan terjal menggapai kembali milikku.

2 comments:

  1. you nappeun yeoja lol.
    this so-called best friend of yours is currently in shock and lafhjksfhjk kthxbye. lol. sequel juseyong~

    ReplyDelete
  2. kakakakakakakak maybe you alrdy know who am I lol kkkk~ JAHAT INI AAAAA TAPI KEREN KAK :) bahasa baku aku suka kkk, entah cerpen kayak gini aku suka X3 ayo bikin lagi~~

    ReplyDelete

mind leave a piece of ur heart?