Sunday, March 11, 2012

Manusia Itu Munafik - Chapter 1 (Choice and Love)

"Kamu kangen sama aku engga say?”
          “Kangen,"
          “Tapi ga pernah nelpon aku, kamu selingkuh ya?”
            
            Cliché ga sih? Kaya pernah denger dimana gitu gak sih? Di sinetron kayaknya. Mau jadi apa remaja Negara kita kalo setengah dari waktu mereka Cuma dipake buat ngeributin kangen sama selingkuh. Bukannya kita harusnya mikirin gimana caranya Indonesia bisa maju atau gimana caranya Indonesia ga perlu lagi diperbudak untuk menggali harta sendiri sama warga asing di Negara sendiri di tanah sendiri untuk orang asing itu?
            Basi ga sih omongan gue? Kesannya terlalu banyak ngomong tanpa perwujudan dari kata-kata gue kan? Nah! Itu banget! Karena orang Indonesia terlalu pintar berbicara dibanding actionnya. Harusnya semboyan negeri kita diganti jadi Talk more do less.
            Yah dari pada panjang-panjang ngurusin Negara sendiri yang ga pernah nguntungin diri gue sendiri mending gue ngurusin diri sendiri. Udah 3 jam lewat gue nongkrong di Bandara ngurahrai nunggu pesawat ke Jakarta, segini telatnya ga sih orang Indonesia sampai pesawat aja pake di delayed. Yah meskipun gue menikmati detik-detik penantian di bandara ini.
Well, gue menikmati pemandangan ‘normal’ ini. Perbedaan kulit, perbedaan bahasa, perbedaan agama, dan kaum minoritas dari perbedaan kesukaan gender. Gue cukup liberal lah buat hal-hal sepele kayak gini. Gue pernah baca “Aku belum sesempurna itu sampai berhak menghakimi mu”. Itulah yang sering di lakuin sama orang kebanyakan, siapa pun dimana pun. Tolong lah buka mata kalian lebar-lebar. Liat dari berbagai sisi jangan liat hanya dari sisi kalian. Ga ada yang pernah tau dan bisa memilih dimana mereka dilahirkan, oleh siapa mereka dilahirkan, diberi nama apa, memiliki kepercayaan apa dan kepada siapa mereka jatuh cinta.
“Yuu!” seorang lelaki Chinese berlari ke arah gue sambil tersenyum. “You are Yuu right?” ampun aneh deh pertanyaannya kalau aja dia ga tau spelling nama gue. Yap that’s my name Yuu.
Gue mengangguk dengan menampilkan wajah heran. Okay he’s hot, but how can he know my name? is he my stalker?! Okay stop bermonolog ria dengan diri lo sendiri. “Yeah. And you are?”
Keliatan banget muka kecewanya. “Come on! U forget me already?”
Gue memiringkan sedikit wajah gue dengan tampang sok imut karena seriously gue benar-benar tidak mendapatkan penerangan apapun tentang siapa dia dimana gue ketemu dia. “Sorry, am really sorry. But I have a short term memory poor me right? So can u just tell me who u are?”
Dia tersenyum kecut. “Well im Ryan, remember? U’re my tour guide, when I went to Jakarta a while ago”
OHMYGODNESS amal apa yang telah gue perbuat hari ini?! Dia ini dulunya klien gue, and he’s gay and he’s bottom. And yeah he is hot, have a delicious butt, can someone slap me righ here right now?
“Yuu” dengan lemah lembut dia mengguncang tubuh gue. Down to earth dear” serunya sambil tersenyum simpul.
“Err, sorry ryan. Ya ya, I remember you. Hows life going on?” oke kebiasaan buruk gue adalah suka sok akrab tiba-tiba.
“Fine, everything great” dia tersenyum kecut, lagi. “I guess ur life is better than my life.”
“What made u think like that, errm I smell something. U have a problem? Love problem? Break up with ur damn hot handsome boyfriend?” Tanya gue melebay-lebaykan intonasi gue. Ryan diam, dia diam, ada kali 15 menit kita saling diam. Gue jadi ngerasa awkward gitu. Pas gue noleh ke arah ryan. Ohmy, Ryan termenung sambil ada genangan air mata. “Ryan, what? Did I say something wrong?” Tanya gue spontan huaa bikin orang sebaik ryan nangis gue bakal dapet dosa segede durian runtuh nih.
“No, no” dia mengusap lelehan air matanya. “U’re right, we broke up, he said he need a normal life. He said this is sin, im sin, we are sin, and he said we are sick. He find something to heal his illness”
Gila gue mau nangis juga jahat banget ga sih pacarnya?! Apanya yang sakit, eh kalo dia mau balik normal pergi aja sana tanpa nyakitin Ryan. Sin oke sin, kalo kita udah ngomongin Tuhan ini emang sin. Tapi kembali lagi gay is choice falling in love is unpredictable. Pernah gak kita tau akan dengan siapa kita jatuh cinta, enggak kan. Gue dan Ryan sama-sama diam lagi. Gue menatap Ryan yang menunduk dan berulang kali mengelap air matanya. Gue genggam tangan Ryan. “Ry, this is sin is true, but u’re sick is bullshit. And find something to heal it, that more than bullshit. Ur life is about choice no one ever force u to trough this path right? He is just a coward baby.”
Ryan tersenyum, dia bales menggenggam tangan gue. “Thanks Yuu, u’re so kind.”
Meleleh deh gue di senyumin Ryan. Ryan sayang lo ga doyan cewe baby kalau enggak gue udah kedukun deh melet lo. Dia noleh ke arah gue dan tampak dia baru mengingat sesuatu. “Ohmygod Yuu! Im planning to stay here.”
“Here? Indonesia?” Great bertambahlah populasi orang ganteng di Indonesia ini.
Dia mengangguk terus tersenyum sambil memandang kosong lurus kedepan. “I want to forget him, I want to erase our memory.”
“Ry, a good memory a nice memory no one need to forget it to erase it. Because not important what, how, why ur life in the past u have a choice to be someone in the future.”
Dia tertawa, sumpah manis banget huuu. “Yuu, u know? U’re one of the real Super Woman.” Shit! Im blushing. Dan begitu dia liat gue blushing dia tertawa.
“And Yuu, I need you to learn about Indonesia, Jakarta. I’ll stay there.” Lagi dan lagi dia tersenyum.
“Learn? Bahasa? Our language.” Well belajar tentang Negara orang butuh basic kan? Dan basicnya adalah bahasanya.
“Yap.”
“Indonesian Love is cinta” Gue tersenyum, dan dia tertawa.
“Cinta.” Lirihnya pelan.
“Cari cinta yang baru disini ya?” ucap gue sambil senyum ke arah dia.
“Cari cinta yang baru?” ulangnya dengan logat aneh. Kita tertawa, nampaknya hari-hari kedepan gue bakal lebih berwarna dengan adanya Ryan.





No comments:

Post a Comment

mind leave a piece of ur heart?